Jakarta -Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Mangihut Sinaga, menyerukan agar proses pemilihan hakim agung dilakukan dengan mengedepankan integritas dan moralitas tinggi. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kerja antara DPR dan Komisi Yudisial yang digelar di Senayan, Kamis (02/10/2025).
Mangihut menegaskan bahwa tidak cukup hanya menguji aspek akademis atau profesional hukum, tetapi juga kejujuran dan hati nurani calon hakim sangat krusial.
“Ke depan, KY harus mencari hakim-hakim terbaik yang memiliki integritas tinggi dan rasa keadilan. Pakai hati nurani. Cari hakim yang benar-benar punya hati nurani untuk memberikan keadilan di tengah masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa kualitas moral calon hakim harus menjadi prioritas utama.
“Kalau hanya pintar hukum tapi tidak jujur, itu berbahaya. Karena keputusan hakim menentukan nasib orang banyak, bahkan bisa menyangkut hidup dan mati seseorang,” kata Mangihut.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya independensi hakim dari segala bentuk intervensi.
“Hakim jangan sampai bisa dibeli. Jangan sampai hukum kita jadi barang dagangan. Kalau hakim bisa dibeli, habislah keadilan di negeri ini,” tegasnya.
Kritik ini muncul di tengah sorotan publik terhadap sejumlah kasus di mana putusan hakim dipertanyakan dari segi etika dan keadilan. Golkar melihat bahwa tanpa integritas, lembaga peradilan dapat kehilangan kepercayaan masyarakat.
Pihak Komisi Yudisial sebelumnya menjelaskan bahwa kriteria seleksi hakim agung meliputi kemampuan hukum, pengalaman profesi, serta riwayat perilaku calon hakim. Namun demikian, menurut Mangihut, unsur integritas harus menjadi syarat mutlak yang tidak bisa dikompromikan.
Lebih lanjut, DPR berharap bahwa KY akan memperkuat mekanisme verifikasi latar belakang calon hakim—meliputi rekam jejak, catatan kriminal, hingga moralitas pribadi—sehingga proses rekrutmen menjadi transparan dan bebas dari nepotisme atau intervensi politik.
Dengan sorotan publik yang makin tinggi, Golkar menyebut bahwa penguatan integritas dalam sistem peradilan bukan hanya menjadi tuntutan etis, tetapi juga sebagai dasar penting dalam menjaga legitimasi institusi hukum di Indonesia.(Red)
Sumber: tajuknasional.com
0 Komentar