Ticker

6/recent/ticker-posts

Mangihut Sinaga : Komisi III Serap Aspirasi Pembahasan RUU KUHAP

Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga SH MH.

JAKARTA— Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga SH MH menegaskan pihaknya Komisi III membuka diri menampung aspirasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebelum dilakukannya pengesahan atas RUU itu menjadi UU.

Hal ini disampaikan Mangihut Sinaga dalam kegiatan Focus Group Discussion bertema “Hubungan Antara Penyidik dan Penuntut Umum Dalam RUU KUHAP” yang diselenggarakan oleh Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, di Jakarta, Kamis, 5 Juni 2025.

Komisi Kejaksaan RI menggelar FGD dengan tema “Hubungan Antara Penyidik dan Penuntut Umum Dalam RUU KUHAP”. Hari itu Mangihut Sinaga bersama JAM Pidum Asep Nana Mulyana didaulat menjadi narasumber pada FGD ini.

Dalam paparannya, Mangihut menekankan pentingnya pembaruan total terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mangihut menyebut bahwa KUHAP yang berlaku saat ini sudah berusia 44 tahun dan tidak lagi relevan dengan tantangan hukum modern.

Menurutnya, banyak ketentuan dalam KUHAP lama yang multitafsir, ketinggalan zaman, dan tidak menjamin efisiensi serta keadilan bagi pencari keadilan.Mangihut Sinaga : Komisi III Serap Aspirasi Pembahasan RUU KUHAP.

“Kita tidak bicara soal revisi kecil-kecilan. RUU KUHAP harus menjadi karya besar untuk 100 tahun ke depan. Banyak aturan lama sudah tidak sesuai zaman, terutama soal upaya paksa, penangkapan, penahanan, bahkan hak tersangka,” ujar Mangihut yang juga merupakan mantan jaksa ini.


Permasalahan Fundamental

Dalam pemaparannya, Mangihut mengurai sejumlah masalah utama dalam praktik hukum saat ini, antara lain lemahnya perlindungan hak tersangka dan saksi, ego sektoral antara penyidik dan penuntut umum, tidak efektifnya penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), ketiadaan pengaturan restorative justice yang terpadu, serta multitafsir terhadap alasan penangkapan dan penahanan.

Ia juga menyoroti lemahnya peran advokat dalam pendampingan tersangka. Menurutnya, dalam praktik, advokat kerap hanya mengantar tersangka tanpa bisa mendampingi secara penuh dalam pemeriksaan.

“Banyak pengacara cuma nunggu di luar ruangan. Ini pelanggaran hak asasi manusia. KUHAP yang baru harus memastikan hak pendampingan hukum berjalan nyata, bukan formalitas,” tegas politikus Partai Golkar ini.

Mangihut Sinaga : Komisi III Serap Aspirasi Pembahasan RUU KUHAP

Hubungan Penyidik–Penuntut Umum Harus Diperbaiki

Salah satu sorotan utama Mangihut adalah relasi antara penyidik dan penuntut umum yang kerap tidak sinkron. Ia mengungkap bahwa fenomena P-19 berulang menjadi sumber ketidakefisienan dalam proses hukum, karena tidak ada batas waktu yang jelas bagi penyidik dalam menyempurnakan berkas perkara.

“P-19 bisa berkali-kali dan bertahun-tahun. Dalam RUU KUHAP, kami dorong P-19 hanya boleh sekali, dan setelah itu diberikan batas waktu satu bulan bagi penyidik untuk melengkapi berkas,” tegasnya.

Mangihut mengusulkan agar koordinasi antara penyidik dan jaksa penuntut umum dilakukan sejak awal penyidikan. Ia juga mendorong agar setiap kebuntuan diselesaikan melalui gelar perkara bersama, melibatkan pimpinan unit masing-masing, untuk memastikan ada keputusan yang final dan mengikat.


Restorative Justice dan Penguatan Advokat

Mangihut juga mendesak agar prinsip restorative justice masuk dalam salah satu bab utama RUU KUHAP dengan ketentuan yang limitatif dan seragam.

“Sekarang ini, aturan RJ (Restorative Justice) berbeda-beda: ada Perkapolri, Perma, Perja, Pergub, tapi tidak ada UU-nya. Itu harus disatukan dan dijadikan bab penting dalam KUHAP,” katanya.

Selain itu, DPR juga menerima masukan agar advokat diakui sebagai bagian dari sistem peradilan pidana secara lebih kuat—menjadikan posisi advokat sejajar dengan polisi, jaksa, dan hakim.

RUU KUHAP Ditargetkan Rampung Oktober 2025

Mangihut menyampaikan bahwa DPR RI menargetkan RUU KUHAP dapat diselesaikan pada Oktober 2025. Saat ini, Komisi III DPR masih dalam tahap penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan terbuka terhadap masukan dari berbagai pemangku kepentingan.

“Kami masih menerima masukan dari para akademisi, advokat, lembaga peradilan, dan semua stakeholder. RUU KUHAP ini harus jadi karya agung yang tidak hanya kuat secara hukum, tapi juga manusiawi dan adil,” pungkas Mangihut Sinaga. (Felix Sidabutar)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar